BAB II PEMBAHASAN
1.1
Pemeriksaan Fisik Sistem Endokrin
Sebelum masuk dalam pemeriksaan fisik sistem endokrin, ada
beberapa kelenjar yang perlu diketahui dalam sistem endokrin ini, diantaranya :
1. Kelenjar Tiroid
TRIIODOTHYRONIN (T3) & TIROKSIN (T4), berfungsi untuk:
a. Proses
metabolisme sel
b. Menginduksi
konsumsi oksigen & pembentukan sel darah merah
c. Proses
tumbuh-kembang
d. Aktivitas
sistim saraf & fungsi otak
KALSITONIN
Berfungsi untuk Menghambat resorpsi kalsium tulang
2. KELENJAR
PARATIROID;
menghasilakan hormon :
•
KALSITONIN vs PARATHORMONE
•
PARATHORMONE berfungsi untukmetabolisme kalsium tulang pada 3
organ:
–
tulang
–
ginjal
–
usus
3. KELENJAR
PANKREAS;
menghasilkan hormon :
•
INSULIN
•
GLUKAGON
•
SOMATOSTATIN berfungsimengatur motilitas GI dan kontraregulator dng GH
•
POLIPEPTIDE PANKREAS berfungsimengatur sekresi
GI
4. KELENJAR ADRENAL; terdiri dari 2 bagian yaitu
• KORTEK ADRENAL; yang terdiri dari :
–
GLUKOKORTIKOID menghasilkan hormon kortisol yang berfungsi untukmetabolisme KH
& Hormone related stress
–
MINERALOKORTIKOID yang menghasilkan hormonaldosteronfungsinya untuk keseimbangan elektrolit
–
ANDROGEN; fungsinya untuk Modulasi karakteristik seks sekunder.
•
MEDULA ADRENAL; menghasilkan hormon :
–
EPINEFRIN; fungsinya untukmodulasi respons KV & respons
metabolik terhadap stress.
–
NOR EPINEFRIN; fungsinya untuk Neurotransmitter pada sistem saraf
perifer
–
DOPAMIN; fungsinya untuk Neurotransmitter pada sistem saraf
otonom
1.1.1
Pemeriksaan
Fisik Kelenjar Tiroid
Melalui pemeriksaan
fisik ada dua aspek utama yang dapat di gambarkan yaitu:
1. Kondisi
kelenjar endokrin
2. Kondisi
jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin
Pemeriksaan fisik
terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar tiroid dan
kelenjar gomad pria (testis).Secara umum,tekhnik pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan dalam memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah :
A.
Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, kesembangan cairan dan elektrolit , seks dan reproduksi, metabolisme dan energi.Berbagai perubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokrin, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang dan ringan dan sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.pada mata amati adannya edema periorbita dan exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bentuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid. Didaerah leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi.Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat mengidentifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada leher, apakah merata dan cacat lokasinya dengan jelas. Bila dijumpai kelainan kulit leher, lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh sekaligus. Infeksi jamur, penumbuhan luka yang lama, bersisik dan petechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai pada klien hipofungsi kelenjar adrenal.Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut Bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah clavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya. Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Pada pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, kesembangan cairan dan elektrolit , seks dan reproduksi, metabolisme dan energi.Berbagai perubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokrin, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang dan ringan dan sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.pada mata amati adannya edema periorbita dan exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bentuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid. Didaerah leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi.Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat mengidentifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada leher, apakah merata dan cacat lokasinya dengan jelas. Bila dijumpai kelainan kulit leher, lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh sekaligus. Infeksi jamur, penumbuhan luka yang lama, bersisik dan petechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai pada klien hipofungsi kelenjar adrenal.Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut Bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah clavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya. Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Pada pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.
B.
Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan menengadahkan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk atau berdiri samasaja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk.Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa berada dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan menengadahkan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk atau berdiri samasaja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk.Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa berada dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
Selain
itu, cara palpasi pada kelenjar tiroid ini dilakukan dengan pendekatan anterior
dan posterior yaitu:
1. Pendekatan
posterior
- perawat meminta klien untuk duduk dengan leher pada
tinggi yang nyaman.
- kedua tangan perawat ditempatkan disekeliling
leher, dengan dua jari dari setiap tangan pada kedua sisi trakea tepat dibawah
kartilago krikoid.
- pada saat klien
menelan, perawat merasakan gerakan istmus tiroid. Tiroid akan bergerak dibawah jari pada saat
menelan.
- untuk memeriksa
setiap lobus, perawat meminta klien untuk menelan sementara perawat menggeser
trakea kekiri atau kekanan.
2.
Pendekatan anterior
pada pendekatan ini mengharuskan klien
duduk dan perawat berdiri disampingnya. Dengan menggunakan buku-buku jari
telunjuk dan jari tengah, perawat memalpasi lobus kiri dengan tangan kanan dan
lobus kanan dengan tangan kiri pada saat klien menelan.
jika
kelenjar tampak membesar, perawat menempatkan diafragma stetoskop diatas
tiroid. Jika kelenjar tsb membesar, darah yang mengalir melewati arteri tiroid
bertambah dan akan terdengar bunyi bruit.
Palpasi
tes di lakukan dengan posisi tidur dan tangan perawat harus dalam keadaan hangat.
Perawat memegang lembut dengan ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu
dengan yang lainnya terhadap ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul.
Normalnya testes teraba lembut, peka terhadap sinar dan sinyal seperti karet.
C.
Auskultasi
Mendengarkan bunyitertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh.Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid. Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan perubahan metabilisme tubuh.
Mendengarkan bunyitertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh.Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid. Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan perubahan metabilisme tubuh.
1.1.2
Pemeriksaan
Fisik Pada Kelenjar Adrenal
Berikut ini beberapa
observasi yang penting dilakukan pada saat melakukan pengkajian:
1. Penampilan umum : kurus kering (esimiasai) pada Addison disease, sedangkan pada Cushing’s Syndrome klien tampak : wajah bulat membesar (moon face), peningkatan lemak di daerah leher dan punggung
1. Penampilan umum : kurus kering (esimiasai) pada Addison disease, sedangkan pada Cushing’s Syndrome klien tampak : wajah bulat membesar (moon face), peningkatan lemak di daerah leher dan punggung
2. Adanya tanda-tanda
syok dan kelemahan yang ekstrim.
3. Tanda-tanda vital, lakukan
pengecekan nadi setiap 4 jam, catat adanya perubahan tekanan darah atau adanya
perubahan ortostatik (baik penurunan atau peningkatan tekanan darah). Tekanan
darah; adanya hipotensi pada penyakit Addison dan hipertensi pada Cushing’s
Syndrome.
4. Dehidrasi atau
overhidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit karena jika terapi steroid tidak
adekuat maka akan terjadi kehilangan natrium dan retensi kalium, tetapi jika
terapi steroid dosisnya terlalu tinggi, maka jumlah natrium akan berlebihan dan
air diretensi tetapi ekskresi kalium akan tinggi.
5. Kondisi fisik dan
emosional atau psikosis karena pasien dengan gangguan cortex adrenal sangat
tidak toleran terhadap stress (Addison crisis).
6. Serak pada
tenggorokan dan rasa terbakar pada perkemihan.
7. Timbang berat badan
setiap hari, untuk mengukur penambahan atau pengurangan cairan.
8. Kelumpuhan akibat
hipokalemia, fatique, kelemahan, osteoporosis.
9. Penurunan tingkat
kesadaran.
10. Distribusi lemak,
moon face dan dorsocervical fat pad (buffalo hump) pada bagian posterior leher
serta daerah supraklavikular, badan yang besar serta ekstremitas yang relatif
kurus, truncal obesity.
11. Peningkatan kadar
androgen karena menyebabkan virilisme (maskulinisme) pada wanita, penipisan
pada rambut, tetapi menyebabkan hirsutisme pada tubuh dan wajah).
12. Status mental
termasuk kehilangan memory, kurang konnsentrasi dan cognitive, euporia dan
depresi,kadang2 disebut “steroid psicosis”.
13. Integument :
seperti adanya striae, kulit mudah, luka, ekomosis (memar), tipis dan rapuh.
14. Kaji adanya
perubahan warna kulit pada area leher, wajah, tangan area tubuh yang lain,
adakah kulit terlihat terlalu lembab berair atau sangat kering.
15. Kaji apakah klien
merasakan terlalu panas atau terlalu dingin.
16. Kaji apakah klien
merasakan nervus atau tremor untuk melakukan sesuatu.
Pemeriksaan fisik
secara menyeluruh dapat dilakukan secara head to toe atau secara spesifik
menemukan tanda dan gejala akibat penyakit pada korteks adrenal. Pemeriksaan
fisik klien yang dicurigai mengalami gangguan pada korteks adrenal secara
spesifik dilakukan berdasarkan gejala-gejala yang sering ditemukan akibat
kelebihan (Cussing Syndrome) atau kekurangan (Addison Desease) produksi hormon
yang disekresi oleh kelenjar korteks adrenal. Berikut ini metode pemeriksaan
fisik pada klien dengan gangguan pada korteks adrenal :
1. Inspeksi
1. Inspeksi
Pemeriksaan
fisik secara inspeksi pada kelenjar adrenal ini, bertujuan untuk mengetahui
apakah ada kelainan yang dialami kllien yang ada kaitannya dengan penyakit pada
gangguan kelenjar adrenal tersebut.
a. Penyakit
Addison
• Pigmentaasi pada
kulit
• Buku-kuku jari,
lutut, siku, membran mukosa
• Warna kulit; pucat,
sianosis
• RR cepat
• Suhu tubuh diatas
normal
• Tanda-tanda dehidrasi
• Bibir tampak kering
• Kelemahan umum
• Pasien tampak haus
• Membran mukosa kering
b. Cushing
Sindrom
• Kifosis
• Buffalo hump
• Moon face
• Kulit wajah berminyak
dan tumbuh jerawat.
• Virilitas pada wanita
• Hirsutisme (tumbuhnya
bulu wajah yang berlebihan)
2.
Palpasi
Pemeriksaan
fisik secara palpasi pada kelenjar adrenal ini, bertujuan untuk mengetahui
apakah ada kelainan yang dialami kllien yang ada kaitannya dengan penyakit pada
gangguan kelenjar adrenal tersebut.
a.
Penyakit Addison
• Nadi cepat dan lemah
• Nyeri abdomen
• Turgor kulit
b.Cushing Sindrom
• Kulit tipis, rapuh
dan mudah luka
• Atropi payudara
• Klitoris yang
membesar
3.
Perkusi
a. Penyakit Addison
b. Cushing Sindrom
4. Auskultasi
a. Penyakit Addison
• Tekanan darah rendah
b.Cushing Sindrom
• Suara yang dalam
2.1.3 Pemeriksaan Fisik Pada Kelenjar Pankreas
Cara
pemeriksaan fisik pada kelenjar pancreas itu terbagi atas 3 cara :
A.
Inspeksi
1. Atur
pencahayaan yang baik
2. Atur
posisi yang tepat yaitu berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi dan
sedikit menekuk. Bantal kecil diletakkan dibawah lutut untuk menyokong dan
melemaskan otot-otot abdomen.
3. Buka
abdomen mulai dari prosessus xifoideus sampai simfisis pubis
4. Amati
bentuk perut secara umum, warna kulit, kontur permukaan kulit, adanya retraksi,
penonjolan, adanya ketidaksimetrisan, jaringan parut dan striae
5. Perhatikan
posisi, bentuk, warna dan adanya inflamasi atau pengeluaran umbillikus
6. Amati
gerakan-gerakan kulit pada perut saat inspirasi dan ekspirasi
B. Palpasi :
teraba masa pada abdomen
Teknik palpasi pada
perut ini terbagi atas 2 :
A. Palpasi
Ringan
-
Palpasi ringan abdomen
diatas setiap kuadran. Hindari area yang ebelumnya sebagai titik bermasalah.
-
Letakkan tangan secara
ringan diatas abdomen dengan jari-jari ekstensi dan berhimpitan. Tempatkan
tangan klien dengan ringan diatas tangan pemeriksa untuk mengurangi sensasi
geli
-
Jari-jari telapak
tangan sedikit menekan perut sedalam 21 cm.
-
Palpasi untuk
mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal, atau adanya massa
-
Selama palpasi,
observasi wajah klien untuk mengetahui tanda ketidaknyamanan.
-
Jika ditemukan adanya
keluhan nyeri, uji adanya nyeri lepas: tekan dalam kemudian lepas dengan cepat
untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan tangan.
B. Palpasi
Dalam
-
Gunakan metode bimanual
-
Tekan dinding abdomen
sekitar 4 - 5 cm
-
Catat adanya massa dan
struktur organ dibawahnya. Jika terdapat massa, catat ukuran, lokasi,
mobilitas, kontur, dan kekakuan
C.
Auskultasi
:untuk mendengarkanbising usus meningkat.
-
Hangatkan bagian
diafragma dan bell stetoskop
-
Letakkan sisi diafragma
stetoskop tadi diatas kuadran kanan bawah pada area sekum.
-
Berikan tekanan yang
sangat ringan. Minta klien agar tidak berbicara
-
Dengarkan bising usus
dan perhatikan frekuensi dan karakternya.
-
Jika bising usus tidak
mudah didengar, lanjutkan pemeriksaan sistematis, dengarkan setiap kuadran
abdomen
-
Catat bising usus
apakah terdengar normal, tidak ada, hiperaktif atau hipoaktif
-
Letakkan bagian
bell/sungkup stetoskop diatas aorta, arteri renalis, arteri iliaka dan arteri
femoral.
1.1.3
Pemeriksaan
Fisik Pada Kelenjar Paratiroid
Pada
pemeriksaan fisik kelenjar paratiroid ini, difokuskan untuk mengetahui gangguan
pada kekuatan otot, persendian yang berkaitan dengan kelenjar paratiroid.
A.
Inspeksi
otot
-
Inspeksi ukuran otot,
bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati adanya atrofi atau
hipertrofi
-
Jika didapatkan
perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan mistar.
-
Amati adanya otot dan
tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditujukan oleh malposisi
suatu bagia tubuh
-
Lakukan palpasi pada
saat otot istrahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (lasiditas), kontraksi tiba-tiba secara
involunter(spastisitas)
-
Uji kekuatan otot
dengan cara menyeluruh klien menarik atau mendorong tangan pemeriksa,
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kiri dengan ekstremitas kiri.
-
Amati kekuatan suatu
bagian tubuh dengan cara memberi penahanan secara resisten
-
Amati kenormalan
susunan dan deformitas.
-
Palpasi untuk
mengetahui adanya edema atau nyeri tekan
-
Amati keadaan tulang
untuk mengetahui adanya pembengkakan.
B.
Inspeksi
persendian
-
Inspeksi persendian
untuk mengetahui adanya kelainan persendian
-
Palpasi persendian
untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak dan nodul
-
Kaji rentang gerak
persendian (Range of motion, ROM)
2.2
Pemeriksaan
Penunjang Sistem Endokrin
Pemeriksaan
Kelenjar Hipofise
a. Foto Tengkorak (Kranium)
Dilakukan untuk melihat kondisi seila tursica (tumor atau
atrofi).Tidak di butuhkan persiapan fisik
secara khusus
b. Foto Tulang (Osteo)
Untuk melihat kondisi tulang
Pada gigankisme –
pertambahan ukuran dan panjang tulang
Pada akromegali – pertambahan kesamping tulang-tulang
ferifer
Persiapan fisik khusus tidak ada
c. Ct Scan Otak
Untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofisis atau
hipotalamus
Persiapan fisisk tidak ada.
d. Pemeriksaan Darah dan Urine
Kadar Growth hoemone (GH)
Nilai normal 10 pg/ml
Meningkat pada bulan-bulan pertama
kelahiran
Spesimen darah vena 5 cc
Tanpa persiapan khusus
Kadar thyroid stimulatin hormone (TSH)
Nilai normal 6-10 pg/ml
Untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau
sekunder
Spesimen vena 5 cc
Tanpa persiapan khusus.Kadar adrenocotricotropine hormon
(ACTH)
Pengukuran dilakukan dengan tes supresi deksametason
Pengukuran dilakukan dengan tes supresi deksametason
Spesimen
darah vena kurang lebih 5 cc dan urine 24 jam
Persiapan :
1. Tidak ada pembatasan makanan dan
minuman
2.
Bila klein
menggunakan obat-obatan kortisol atau antagonisnya dihentikan dulu 24 jam
sebelumnya
3.
Bila obat
harus diberikan lampirkan sejenis obat dan dosisnya pada lembaran pengiriman
specimen
4. Cegah stres fisik dan fisikologis
Pelaksanaan :
1. Klien diberikan deksametason 4x0,5
ml/hari selama lamanya 2 hari
2. Besok paginya darah vena diambil
kurang lebih 5 cc
3. Urine ditampung selama 24 jam
4. Spesimen dikirim ke laboratorium
Hasil :
Normal bila
1. Kadar ACTH dalam darah menurun
kortisol darah kurang dari 5 mg/dl
2. 17-hydroxy-cortico-streroid (17
–OHCS) dalm urine kurang dari 2,5 mg
Cara sederhana
Cara sederhana
1. Pemberian deksametason 1 mg per oral
tengah malam
2. Pada pagi hari, darah vena diambil kurang
lebih 5 cc
3. Urine ditampung selama 5 hari
1. Spesimen dikirim ke laboratorium
Hasil :
1. Normal bila kadar kortisol darah
lebih kecil sama dengan 3 mg/dl
2. Ekskresi 17 OHCS dalm urine kurang
dari 2,5 mg
Pemeriksaan Diagnostik Kelenjar
Tiroid
a. Uptake Radioaktif (Ray)
Tujuan : menukur kemampuan kelenjar
tiroid dalam menangkap yodium
Persiapan :
Persiapan :
1. Klien puasa 6-8 jam
2. Jelaskan tujuan dan prosedur
Persiapan klien :
1. Klien diberikan yodium radioaktif 50
microcuri per oral
2. Dengan alat pengukur (di taruh di
atas klenjer tiroid) di ukur radioaktif yang bertahan
3. Dapat pula di ukur clearance yodium
melalui ginjal dengan mengumpul kan urine selama 24jam dan di ukur kadar
radioaktif yodium
Hasil
Banyak yodium yang ditahan oleh kalenjer tiroid di hitung
dalam persentase
1.Normal : 10-35%
1.Normal : 10-35%
2. Menurun :< 10% (pada
hipotiroidisme)
3. Meningkat > 35% (pada
tirotoksis,pengobatan panjang hipertiroidisme)
b. T3 dan T4 Serum
Pemeriksaan fisik secara khusus
tidak adaSpesimen darah vena 5-10 cc
Nilai normal pada dewasa: yodium bebas 0,1-0,6 mg/dl
T3 0,2-0,3 mg/dl , T4 6-12 mg/dl
Pada anak T3180-240 mg/dl
c. Upatake T3 Resin
Tujuan mengukur jumlah hormon tiroid
(T3) atau thyrcid binding globulin (TBG) tak jenuh
TBG meningkat pada hippertirodisme
menurun pada hipotiroidisme
Spesimen darah vena 5cc
Spesimen darah vena 5cc
Persiapan:
puasa 6-8 jam
Nilai
normal
• Dewasa : 25-35% uptake oleh resin
• Anak :(-)
d. Protein Boun Iondine
Tujuan: mengukur yodium yg terikat
dengan protein plasma
Nilai normal: 4-8 mg% dalam 100ml
darah
Spesimen darah vena 5-10 cc
Klien di puasakan 6-8jam sebelum pemeriksaan
e. Basal Metabolic Rate
Tujuan: pengukuran secara tidak langsung jumlah oksigen yang
dibutuhkan di bawah kondisi basal selama beberapa waktu
Persiapan :
1. Klien puasa 12jam
2. Hindari kondisi yang menimbulkan
kecemasan dan stress
3. Klien harus tidur sedikit nya 8
jam
4. Tidak mengkonsumsi analgetik
& sedative
5. Jelaskan pada klien tujuan
pemeriksaandan prosedur nya
6. Tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan
di lakukan
Penatalaksanaan:
Pengukuran kalorimetri dengan menggunakan metabolator nilai normal :
Penatalaksanaan:
Pengukuran kalorimetri dengan menggunakan metabolator nilai normal :
-
pria 53
kalori perjam
-
wanita 60
kalori perjam
Metode
Harris Benedict Untuk Mengukur BMR
Pria:BMR = 66 + (13,7 x BB(kg) ) + (
5 x TB(cm) ) +(6,8 x U(thn)
WanitaBMR = 665 + (9,6 x BB(kg) + (1,8 x TB (cm) ) + (4,7 x
U (thn) )
f. Scanning Thyroid
f. Scanning Thyroid
Radio loding scanning
Untuk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk
dan berfungsi atau tidak berfungsi
Uptake iodine
o Untuk menentukan pengambilan
yodium dari plasma
o
Nilai normal 10-30% dalam 24jam
Pemeriksaan Diagnostik Kelenjer
Paratiroid
a. Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan
jumlah kalsium dalam urine
Menggunakan reagen sulkowitch.
Menggunakan reagen sulkowitch.
Persiapan
1. Urine 24 jam ditapung
2. Diet rendah kalsium 2 hari
berturut-turut.
Penatalaksanaan
1.Masukkan urin 3ml ke dalam tabung (2 tabung)
1.Masukkan urin 3ml ke dalam tabung (2 tabung)
2. Tabung pertama masukkan reagen
sulkowitch, tabung kedua hanya sebagai kontrol.
Pembacaan secara kuantitatif
-
Negatif (
- ) juka tidak terjadi keruhan
-
Positif ( + ) terjadi keruhan yang halus
-
Positif (+
+ ) kekeruhan sedang
-
Positif (
+ + + ) kekeruhan banyak timbul dalam waktu < 20 detik
-
Positif (
+ + + + ) kekeruhan hebat, terjadi seketika
b. Percobaan Ellwort-Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis
fosfat yang dipengaruhi oleh parathormon.Pada hipoparatiroid, diuresis fosfor
mencapai 5-6x nilai normalPada hiperparatiroid, diuresis tidak banyak berubah.
Cara
pemeriksaannya :
1. Klien disuntikkan parathormon
intravena
2. Urin ditampung dan diukur kadar
fosfatnya.
c. Percobaan Kalsium Intravena
Normal bila fosfor serum meningkat
dan fosfor diuresis berkurang.
Pemeriksaan Diagnostik Kelenjar
Pankreas
a. Pemeriksaan Gula Darah (puasa)
Tujuannya untuk
menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam.
Nilai normal
1. Dewasa : 70-110mg/dl
2. Anak-anak : 60-100mg/dl
3. Bayi : 50-80mg/dl
Persiapan
1. Klien di puasakan 8-10 jam sebelum pemerksaan
1. Klien di puasakan 8-10 jam sebelum pemerksaan
2. Jelaskan rtujuan dan prosedur
tindakan
Pelaksanaan
1. Spesimen adalah darah vena ± 5 cc
1. Spesimen adalah darah vena ± 5 cc
2. Gunakan antikoagulasi bila
pemeriksaan tidak dapat dilakukan
3. Pengobatan insulin atau oral
hipoglikemi sementara dihentikan
4. Setelah pengambilan darah, klien
diberi minum dan makan serta obat sesuai program.
Pemeriksaan Diagnostik Pada Kelenjar
Adrenal
Pemeriksaan Hemokonsentrasi darah
Nilai normal :
Dewasa wanita : 37 – 47 %
Dewasa pria :
45 – 54 %
Anak-anak :
31 – 40 %
Bayi :
30 – 40 %
Neonatal : 44 – 62 %
Spesimen
darah perifer
Pemeriksaan elektrolit
serum (Na, K, Cl)
Nilai normal :
Natrium
:
310 – 335 mg (13,6 – 14 meq(milliequivalents )/ Liter)
Kalium : 14 0 mg % (3,5-5,0 meq/Liter)
Chlorida :
350 – 375 mg% (100-106 meq/liter)
Hipofungsi adrenal akan
terjadi hipernatremi dan hipokalemi
Hiperfungsi
adrenal kebalikan hipofungsi
Percobaan Vanil
Mandelic Acid (VMA)
Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine.
Spesimen urin 24 jam
Nilai normal : 1 – 5 mg
Stimulasi Test
Untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal.
Pemberian ACTH untuk kortisol
Pemberian Sodium untuk aldosteron
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan
klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien
untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian
kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama
diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes
khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Pemeriksaan
fisik pada kelenjar tiroid dapat dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi, dan
auskultasi.
3.2 Saran
Kami sebagai penyusun makalah ini,
mengharapkan kritik dan masukkan yang positif, untuk penyempurnaan pembuatan
makalah selanjutnya.Semoga makalah kami, dapat menjadi inspirasi bagi para
pembaca, khususnya perawat.
terimakasih ukh
BalasHapusmana daftar pustakanya?
BalasHapus