Halaman

Sabtu, 04 Januari 2014

ASKEP KETOASIDOSIS

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Tetapi lebih sering pada diabetes melitus tipe 1.
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif disirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengna Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi kedalam tiga kriteria yaitu ringan, sedang dan berat yang dibedakan menurut pH serum.
Resiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan yang memasuki masa puber dan remaja, anak dengan gangguan psikiatrik (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.
Angka kematian ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai, seperti : sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah yang tinggi, uremia, kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien ketoasidosis usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis. Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan ketosis menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem respirasi benda keton menjadi resiko terjadinya gagal nafas.
Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan tanggap. Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetic.
B. Rumusan Masalah
1.         Apakah pengertian dari Keto Asidosis Diabetikum ?
2.         Apa saja etiologi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
3.         Apa saja manifestasi klinis dari Keto Asidosis Diabetikum ?
4.         Bagaimana patofisiologi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
5.         Bagaimana pathogenesis dari Keto Asidosis Diabetikum.?
6.         Apa saja pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis Diabetikum ?
7.         Apasaja pemeriksaan laboratorium dari Keto Asidosis Diabetikum.?
8.         Bagaimana penatalaksaan dari Keto Asidosis Diabetikum ? 
9.         Bagaimana pengkajian pada klien dengan Keto Asidosis Diabetikum?
10.     Apasaja diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum?
11.     Bagaimana intervensi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum.?
12.     Bagaimana implementasi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum.?
13.     Bagaimana evaluasi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum.?

C.    Tujuan  Penulisan
1.  Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu menerapakan asuhan keperawatan pada pasien penderita Ketoasidosis Diabetikum.
2.   Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.         Untuk mengetahui pengertian dari Keto Asidosis Diabetikum
b.         Untuk mengetahui etiologi dari Keto Asidosis Diabetikum
c.         Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Keto Asidosis Diabetikum
d.        Untuk mengetahui patofisiologi dari Keto Asidosis Diabetikum
e.         Untuk mengetahui pathogenesi dari Keto Asidosis Diabetikum
f.          Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis Diabetikum
g.         Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium dari Keto Asidosis Diabetikum
h.         Untuk mengetahui penatalaksaan dari Keto Asidosis Diabetikum
i.           Untuk mengetahui dan memahami tentang pengkajian keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum
j.           Untuk mengetahui dan memahami tentang diagnosa keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum
k.         Untuk mengetahui dan memahami tentang intervensi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum
l.           Untuk mengetahui dan memahami tentang implementasi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum
m.       Untuk mengetahui dan memahami tentang evaluasi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum


BAB II
PEMBAHASAN

A.      KONSEP MEDIS
1.    Pengertian Ketoasidosis Diabetikum
Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan kriteria diagnostic yaitu glukosa > 250 mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia. (Urden Linda, 2008).
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi insulin, dikarakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin (Stillwell, 1992).
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM. (Marylyn E.Dongoes, 2000).
Jadi KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat  sampai menyebabkan syok.

2.    Etiologi
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, hal ini dapat disebabkan oleh 3 hal :
a.    Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.
b.    Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis, iskemia usus dan apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan hormon – hormon ”stres” yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini akan menigkatakan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan dalam keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik.
c.    Terdapat pada orang yang menderita diabetes oleh adanya stresor yang meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena ketidakmampuan untuk menjalani terapi yang telah ditentukan.

3.    Manifestasi Klinik
a.    Poliuria
b.    Polidipsi
c.    Pengelihatan kabur
d.   Lemah
e.    Sakit kepala
f.     Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat berdiri)
g.    Anoreksia
h.    Mual, Muntah
i.      Nyeri abdomen
j.      Nafas aseton
k.    Hiperventilasi
l.      Perubahan status mental (sadar, letargik, koma.
m.  Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
n.    Terdapat keton di urin
o.    Nafas berbau aseton
p.    Badan lemas
q.    Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic
r.     Kulit kering
s.     Keringat <<<
t.     Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolic
4.    Patofisiologi
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama – sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalanm sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolik (Brunner and suddarth, 2002).








5.    Pathway






























6.    Pemeriksaan Diagnostik (Penunjang)
a.         EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
b.        MRI atau CT-scan
c.         Foto Toraks

7.    Pemeriksaan laboratorium :
a.         Analisa Darah
a.         Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
b.        pH rendah (6,8 -7,3)
c.         PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
d.        HCO3 turun (<15 mEg/L)
e.         Keton serum positif, BUN naik
f.         Kreatinin naik
g.        Ht dan Hb naik
h.        Leukositosis
i.          Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
b.         Elektrolit
a.         Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
b.        Fosfor  lebih sering menurun
c.         Urinalisa
a.         Leukosit dalam urin
b.        Glukosa dalam urin






8.    Penatalaksanaan
a.    Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluarnya disaat sakit serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan penanganan yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah:
1.         Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian insulin, managemen insulin yang tepat disaat sakit).
2.         Menghindari stress.
3.         Menghindari puasa berkepanjangan.
4.         Mencegah dehidrasi.
5.         Mengobati infeksi secara adekuat.
6.         Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.

b.        Terapi
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
1.    Penilaian klinik awal
a.         Pemeriksaan fisik  (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hierventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
b.        Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria, ketonuria dan analisis gas darah.
2.    Observasi klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a.         Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.
b.         Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c.         Pengukuran balance cairan setiap jam.
d.        Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e.         Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.
f.          EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
g.         Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
3.    Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a.         Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b.         Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c.         Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d.        50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e.         Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
4.    Penggantian Natrium
a.         Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b.         Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c.         Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
d.        Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e.         Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
f.          Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.
5.    Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
a.         Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b.         Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
6.    Penggantian Bikarbonat
a.         Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
b.         Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia, Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.
c.         Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
d.        Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.
7.    Pemberian Insulin
a.         Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b.         Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c.         Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin belum diberikan.
d.        Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.
e.         Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f.          Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g.         Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
h.         Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i.           Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.
j.           Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k.         Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l.           Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m.       Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n.         Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.









B.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.   Pengkajian
o  Anamnesa
a.    Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I) tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
b.    Riwayat penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi, lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit pembuluh darah.
c.    Riwayat penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.
d.   Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
e.    Status metabolikIntake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral.
o  Pemeriksaan Fisik :
a.    Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
b.    Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).
c.    Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru).
d.   Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering).
e.    Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri).
f.     Sistem gastrointestinal  (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
g.    Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).
h.    Sistem penglihatan (penglihatan kabur).
o  Pengkajian gawat darurat :
a.    Airways: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang menghalangi jalan nafas.
b.    Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
c.    Circulation: kaji nadi, capillary refill.
o  Pengkajian head to toe
a.    Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma
b.    Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
c.    Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang

d.   Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
e.    Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
f.     Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g.    Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h.    Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan meningkat
i.      Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

j.      Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
k.    Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
2.   Diagnosa Keperawatan
a.         Pola nafas tidak efektif
b.         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
c.         Defisit volume cairan
d.        Gangguan persepsi sensori
3.    Intervensi keperawatan
a.    Diagnose yang pertama : Pola napas tidak efektif
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan :
-    Hiperventilasi (asidosis)
-    Penurunan energi/kelelahan
-    Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
-    Kelelahan otot pernafasan
-    Hipoventilasi sindrom
-    Nyeri
-    Kecemasan
-    Disfungsi Neuromuskuler
-    Obesitas
-    Injuri tulang belakang
DS:
-    Dyspnea
-    Nafas pendek
DO:
-  Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
-  Penurunan pertukaran udara per menit
-  Menggunakan otot pernafasan tambahan
-  Orthopnea
-  Pernafasan pursed-lip
-  Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
-  Penurunan kapasitas vital
-  Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
NOC:
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam .pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC:
  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
  Pasang mayo bila perlu
  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
  Berikan bronkodilator :
  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
  Monitor respirasi dan status O2
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Monitor  vital sign
Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Monitor pola nafas    





b.    Diagnose yang kedua : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
DS:
-    Nyeri abdomen
-    Muntah
-    Kejang perut
-    Rasa penuh tiba-tiba setelah makan
DO:
-    Diare
-    Kurang nafsu makan
-    Bising usus berlebih
-    Denyut nadi lemah
 
NOC:
a. Nutritional status: Adequacy of nutrient
b. Nutritional Status : food and Fluid Intake
c. Weight Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan indikator:
o  Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat.
o  Menunjukkan tingkat energi biasanya.
o  Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal.
NIC
1.  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
2.  Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
3.  Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan.
4.  Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi.
5.  Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi.
6.   Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi.
7.  Observasi tanda hipoglikemia.
8.   Kolaborasi :         
·     Pemeriksaan GDA dengan finger stick.
·    Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3.
·     Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
·    Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal.

c.    Diagnose yang ketiga : deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Defisit Volume Cairan
Berhubungan dengan:
-    Kehilangan volume cairan secara aktif
-    Kegagalan mekanisme pengaturan

DS :
-    Haus
DO:
-    Penurunan turgor kulit/lidah
-    Membran mukosa/kulit kering
-    Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi
-    Pengisian vena menurun
-    Perubahan status mental
-    Konsentrasi urine meningkat
-    Temperatur tubuh meningkat
-    Kehilangan berat badan secara tiba-tiba
-    Penurunan urine output
-    HMT meningkat
-    Kelemahan
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama1x24 jam  defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
  Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
NIC :
   Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
   Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
   Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
   Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
   Kolaborasi pemberian cairan IV
   Monitor status nutrisi
   Berikan cairan oral
   Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
   Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
   Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
   Atur kemungkinan tranfusi
   Persiapan untuk tranfusi
   Pasang kateter jika perlu
   Monitor intake dan urin output setiap 8 jam

d.    Diagnose yang keempat yaitu : gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan.

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Gangguan persepsi sensori
Berhubungan dengan:
-    perubahan resepsi,transmisi, dan integritas sensori
-    distorsi pendengaran dan penglihatan
-   diskoordinasi aktifitas motorik
-   perubahan ketajaman sensori

DS :
-   gangguan penglihatan
-   gangguan pendengaran
DO:
-    Perubahan status mental
-    Kelemahan
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama1x24 jam  gangguan persepsi sensori teratasi dengan kriteria hasil:
  orientasi kofnitif : kemampuan pasien untuk mengidentifikasi org, tempat, dan waktu secara akurat
perilaku kompensasi pendengaran dan penglihatan : tindakan pribadi  pasien untuk mengidentifikasi, memantau, dan mengompensasi kehilangan pendengaran dan penglihatan dengan baik.
status neurologis : kemampuan saraf kranial untuk mengenali impuls sensorik dan motorik
Fungsi sensorik : tingkat penginderaan suara jelas.
NIC :
  Monitor stimulasi kognitif
   Manajemen sensasi perifer : pantau kemampuan pasien untuk membedakan sensasi tajam /tumpul dan panas/ dingin.
  Instruksikan pasien dan keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari terhadap kerusakan integritas kulit.
   Manajemen lingkungan : identifikasi kebutuhan keamana  pasien berdasarkan tingkat fungsi fisk & kognitif, serta riwayat perilaku pasien.
   Mulai perujukan terapi okupasi jika perlupastikan akses terhadap dan penggunaan alat bantu sensori seprti alat bantu dengar dan kacamata.
   Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai input sensori yang sesuai 
   Yakinkan pasien dan keluarga bahwa defisit persepsi dan defisit sensori hanya sementara jika perlu.

4.        Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan diabetes ketoasidosis disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
5.       Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes ketoasidosis sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini berdasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keto Asidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu kompliasi akut DM akibat defisiensi hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan menyebabakan kematian. Etiologi dari KAD adalah Insulin tidak diberikan dengan dosis yang kurang, keadaan sakit atau infeksi pada DM, manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Dehidrasi disebabkan mekanisme ginjal dimana tubuh terjadi hiperglikemia, sehingga ginjal mensekresikan dengan natrium dan air yang disebut poliuri. Kehilangan elektrolit merupakan kompensasi dari defisiensi insulin. Sedangkan asidosis adalah peningkatan pH dan diiringi oleh penumpukan benda keton dalan tubuh. Keadaan ketoasidosis merupakan keadan yang memerlukan banyak pengontrolan dan pemantauan insulin dan cairan elektrolit, karena bila kekurangan atau malah terjadi kelebihan akan mengakibatkan komplikasi yang sulit untuk ditanggulangi.   

B.     Saran

Bila menemukan klien yang DM tetapi belum terjadi KAD berikan informasi tentang KAD dan pencegahan terhadap KAD. Bila menemukan klien dengan KAD, sebaiknya selalu kontrol pemberian insulin dan cairan elektrolit sehingga meminimalkan terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan.





DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta
Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC
Hall, Jasse B., Schmitt, Gregors A.( 2007). Critical Care: Just The Facts. USA: Mc Graw-Hill Companies inc
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medical Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. USA: Mosby
Morton, patricia Gonce dkk. (2005). Critical Care Nursing A Holistik Approach.8th ed. USA: Lippincot
Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans Info Media, 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar