Halaman

Sabtu, 04 Januari 2014

ASKEP DIABETES INSIPIDUS

ASKEP DIABETES INSIPIDUS

A. Pengertian
Diabetes Insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Diabetes insipidus merupakan kelainan lobus posterior dari kelenjar hipofisis akibat defisiensi vasopresin yang merupakan hormon anti deuretik (ADH). Hal lain penyebab diabetes insipidus yaitu karena sebab sekunder sekunder seperti trauma  kepala, tumor otak, atau bedah ablasi atau radiasi dari kelenjar pituitari. Hal ini juga dapat terjadi karena infeksi sistem saraf pusat (meningitis, ensefalitis, tuberkulosis) atau tumor (misalnya, penyakit metastatik, limfoma dari payudara atau paru-paru). Penyebab lain diabetes insipidus adalah kegagalan tubulus ginjal untuk menanggapi ADH, bentuk nephrogenik mungkin berhubungan dengan hipokalemia, hiperkalsemia, dan berbagai obat-obatan misalnya, lithium, demeclocycline.
Diabetes insipidus diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Diabetes insipidus terbagi 2 macam, yaitu diabetes insipidus sentral (CDI) dan diabetes insipidus nefrogenik (NDI). (Smeltzer et al, 2004).
B.  Etiologi
Berikut ini adalah beberapa penyabab terjadinya diabetes insipidus (Batticaca, 2008) :
1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.
o   Bentuk idiopatik (bentuk nonfamiliar dan familiar)
o   Pasca hipofisektomi
o   Trauma (fraktur dasar tulang tengkorak)
o   Tumor ( Karsinoma metastasis, kraniofaringioma, kista suprasellar, pinealoma)
o   Granuloma (sarkoid, TB, sifilis):
Infeksi (meningitis, ensefalitis, sindrom Lemdry-Guillain-Barre's; Vaskular (trombosis atau perdarahan serebral, aneurisma serebral, nekrosis postpartum atau sindrom Sheehenis; Mistiositosis (granuloma cosinofilis, penyakit Sebuler-Christiem)
2. Diabetes insipidus Nephrogenik
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer.Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
o   Penyakit ginjal kronik: ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.
o   Gangguang elektrolit: Hipokalemia, hiperkalsemia.
o   Obat-obatan: litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen.
o   Penyakit sickle cell
o   Gangguan diet (intake air yang berlebihan, penurunan intake NaCl, penurunan intake protein)
C.  Tanda dan gejala
ü  Poliuria : Urin yang dikeluarkan dalam jumlah yang banyak, bias mencapai 5-10 liter. Urine sangat encer, berat jenis 1001-1005 atau 50-200mOsmol/kgBB.
ü  Polidipsia : Rasa haus yang berlebihan, biasanya mencapai 10 liter cairan tiap hari, terutama membutuhkan air dingin
ü  Penurunan berat badan
ü  Noturia
ü  Kelelahan
ü  Konstipasi
ü  Hipotensi

D.   Patofisiologi
Suatu keadaan yang ditandai dengan berkemih berlebihan (poliuria) akibat ketidakmampuan ginjal menyerap air dengan benar dari urine, disebabkan oleh defisiensi ADH (Anti Deuretik Hormon). Keadaan ini terjadi oleh beberapa proses, termasuk trauma kepala, tumor, penyakit peradangan hipotalamus dan hipofisis serta tindakan bedah yang mengenai hipotalamus dan hipofisis. Penyakit ini juga dapat timbul spontan tanpa penyakit yang mendasari (Kumar, 2010:1187).
Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi dua jenis, yaiu diabetes insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik (Sjaifoellah Noer, 1996:816).
1.      Diabetes insipidus sentral
Diabates tipe ini disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Secara antomis, kelainan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikuer dan filiformishipotalamus yang menyintesis ADH. Selain itu, DIS (Diabetes Insipidus Sentral) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanay sintesis ADH, atau sintesis ADH yang tidak memenuhi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi bukan merupakan ADH yang dapat berfungsi sebagaimana ADH normal.
Diabetes insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hipotalamus anterior dan disebut Verney’s osmoreceptor cells yang berada di luar sawar darah otak, juga termasuk dalam DIS (Sjaifoellah Noer, 1996:816).
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Pada diabetes insipidus yang tidak respon terhadap ADH eksogen digunakan istilah Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN) (Sjaifoellah Noer, 1996:817). Secara fisiologis, DIN dapat disebabkan oleh:
o   kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik dalam medula renalis.
o   kegagalan utilisasi gradient pada keadaan saat ADH berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal (Sjaifoellah Noer, 1996:817).
Secara normal, permeabilitas tubulus distal dan collecting duct terhadap air akan ditingkatkan oleh ADH yang kemudian dapat berdifusi secara pasif akibat adanya perbedaan konsentrasi. Maka jika terdapat ADH dalam sirkulasi, bisa terjadi difusi pasif yang kemudian air keluar dari tubulus distal sehinggaterjadi keseimbangan osmotik antara isi tubulus dan korteks yang  isotonis. Sejumlah kecil urin yang isotonis memasuki collecting duct dan melewati medula yang hipertonis karena ADH juga mengakibatkan keseimbangan osmotik antara collecting duct dan jaringan interstisial medula, maka air secara progresif akan direabsorbsi kembali sehingga terbentuk urin yang terkonsentrasi (Sjaifoellah Noer, 1996:818).
Pada kegagalan sekresi ADH, struktur tubulus distal tidak permeabel terhadap air, sehingga saat urin yang hipotonis melewati tubulus distal, ion natrium akan lebih banyak dikeluarkan yang berakibat penurunan osmolalitas atau kekentalan urin. Kemudian, urin yang sangat hipotonis memasuki collecting duct yang juga relatif tidak permeabel (karena ADH menurun) sehingga memungkinkan ekskresi sejumlah besar urin (Sjaifoellah Noer, 1996:818).
Gambaran klinis kedua penyakit ini serupa yang menyebabkan ekskresi sejumlah besar urin encer dengan berat jenis rendah. Natrium dan osmolalitas serum meningkat akibat hilangnya air bebas dalam jumlah besar melalui ginjal, sehingga pasien merasa haus dan mengalami polidipsia. Pasien yang dapat minum biasanya dapat mengompensasi pengeluaran urin,. Pasien yang kesadarannya berkurang, tidak dapat turun dari dari tempat tidur atau terbatas kemampuannya memperoleh air dapat mengalami dehidrasi dan mengancam nyawa (Kumar, 2010:1187). 
E.  Menifestasi klinis
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 5 – 10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg berat badan,  Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala –gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohypophyseal renal reflex. (Sudoyo, 2006).
Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala biasanya mulai timbul segera setelah lahir. Gejalanya berupa rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang encer (poliuri). Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. (Sudoyo, et al: 2006)
F.  Pemeriksaan diagnostik
ü  Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
ü  Fluid deprivation
ü  Uji nikotin
ü  Uji vasopressin
G. Komplikasi
ü  hypovolemia
ü  Hyperosmolality
ü  Cyrculatory collapse
ü  Kehilangan kesadaran
ü  Kerusakan sistem saraf pusat

Pemeriksaan penunjang
1.      Uji nikotin
2.      Uji vasopressin

H.  Penatalaksanaan.
Pengobatan diabetes insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan pada pasien DIS dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak diperlukan terapi apa-apa selama gejala nokturia dan poliuria tidak mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari, tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus diterapi dengan pengawasan yang tepat untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Obat-obatan yang biasa dipakai adalah :
a.       Diuretik-Tiazid
b.      Klopropamid
c.       Klofibrat
d.      Karbamazepin




















ASUHAN KEPERAWATAN
1.   Pengkajian Keperawatan
a.       Riwayat trauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial, tumor paru, mamae, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
b.      Pemeriksaan fisik Gastro intestinal : polidipsi, BB turun Kardiovaskular : tanda dehidrasi( nadi cepat, TD turun, dll) Respirasi : tanda dehidrasi ( napas cepat, pucat ) Renal : poliuria 5-30 lt/hari, sering berkemih, nocturia Integumen: membran mukosa dan kulit kering, turgor tidak elastic
c.       Pemeriksaan penunjang: Hiperosmolar serum Hipoosmolar urine BJ urine kurang dari 1.005 Gangguan elektrolit.
2.  Diagnosa Keperawatan
a.       Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic.
b.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
c.       Anxietas berhubungan dengan perkembangan penyakit
d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
3. Intervensi
Dx 1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan pasien terpenuhi.
NOC : Fluid balance
Criteria hasil :
a.       Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin normal
b.      TTV dalam batas normal.
c.       Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kuit baik, membrane mukosa lembab,tidak

Skala penilaian NOC :
1. tidak pernah menujukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Fluid management
Intervensi :
a.       Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b.      Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD ortostatik)
c.        Monitor Vital sign
d.      Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
e.       Kolaborasikan pemberian cairan IV
f.       Dorong masukan oral
Dx. 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
Tujuan : seteah diakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak terganggu.
NOC : Sleep
Criteria hasil :
1. Jam tidur cukup
2. Pola tidur baik
3. Kualitas tidur baik
4. Tidur tidak terganggu
5. Kebiasaan tidur.
Skala penilaian NOC :
1. tidak pernah menujukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Peningkatan tidur
Intervensi :
1. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit.
2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor yang menyebabkan kurang tidur.
3. Dekatkan pispot agar pasien lebih mudah saat BAK pada malam hari.
4. Anjurkan pasien untuk tidur siang.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Dx. 3. Anxietas berhubungan dengan perkembangan penyakit
Tujuan : setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa cemas pasien dapat berkurang.
NOC : Control cemas
Indikator :
1. Monitor intensitas cemas
2. Menyingkirkan tanda kecemasan
3. Merencanakan strategi koping
4. Menggunakan strategi koping yang efektif
5. Menggunakan tehnik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
Skala penilaian NOC :
1. tidak pernah dilakukan
2. jarang dilakukan
3. kadang dilakukan
4. sering dilakukan
5. selalu dilakukan
NIC : Penurunan kecemasan
Intervensi :
1.      Tenangkan klien
2.      Jelaskan seluruh prosedur tindakan kapada kien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat dilakukan tindakan.
3.      Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan.
4.      Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipneu, ekspresi cemas non verbal)
5.      Instruksikan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi.
Dx. 4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penegtahuan pasien menjadi adekuat.
NOC : Pengetahuan tentang proses penyakit
Indicator :
1. Mendeskripsikan proses penyakit
2. Mendeskripsikan factor penyebab
3. Mendeskripsikan factor resiko
4. Mendeskripsikan tanda dan gejala
5. Mendeskripsikan komplikasi
Skala penilaian NOC :
1. tidak pernah dilakukan
2. jarang dilakukan
3. kadang dilakukan
4. sering dilakukan
5. selalu dilakukan
NIC : Mengajarka proses penyakit
Intervensi :
1.      Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengar (mental, kemampuan untuk melihat, mendengar, kesiapan emosional, bahasa dan budaya)
2.      Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
3.      Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala)
4.      Diskusikan perubahan gaya hidup yang dapat mencegah atau mengontrol proses penyakit.

5.      Diskusikan tentang terapi atau perawatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar